Powered By Blogger

Selasa, 03 Juni 2014

Muadzin di Ketinggian 2830 mdpl


Hmm, pada postingan kali ini, saya akan bahas sekelumit pengalaman saat mendaki Gunung Bawakaraeng. Yup, gunung dengan ketinggian sekitar 2830 mdpl ini memang menantang untuk didaki. Ingat, didaki. Bukan di daki. Klo di daki, husss, sana mandi dulu :P
Tanggal 2 Mei 2014, rombongan kami yg berjumlah 10 orang tiba di gerbang pendakian sekitar jam 10 malam. Parkir motor dan bercakap cakap sejenak dengan beberapa warga lalu cusss lah kami skitar setengah 10 malam. Target kami adalah pos 5. Kami menargetkan camp disana. Maka kami pun terus berjalan. Namun, karena beberapa orang dari kelompok kami adalah peserta dadakan, termasuk saya, maka sering kali kami “break” di tengah jalan. Jalan yang sudah mulai mendaki sejak gerbang membuat kami sangat gampang untuk break. Tidak hanya itu, beberapa kali saya harus menggunakan tangan untuk menggapai pijakan berikutnya. Ditambah dengan suasana malam membuat kami tak bisa menikmati pemandangan yang ada. Lengkap sudah suasana mencekam malam itu. Kami pun tiba tepat sesaat sebelum hujan di pos 5 sekitar jam 2 dinihari. Mendirikan tenda di tengah gerimis lalu tepar sekitar jam setengah 3.

Kami terbangun sekitar pukul setengah 6 lalu mendirikan sholat shubuh berjamaah. Karena ruang terbatas, kami membagi menjadi dua kloter. Selanjutnya adalah agenda sarapan berupa lontong yang telah kami siapkan dari Makassar. Sebagian mempersiapkan makanan sebagian lagi mengambil air tak jauh dari pos 5. Saya pun dapat jatah mengupas bawang untuk dijadikan teman makanan. Mantap!!! Sekitar jam 8 kami mulai packing kembali lalu menuju pos 6 pada jam 9. Disini perjalanan semakin menantang. Batuan beku yang membulat membuat tapak kaki harus lebih kuat menapak. Tangan pun mulai sering memegang batuan untuk membantu tubuh. Saat pendakian, kecelakaan pun hadir. Saya yang hanya menggunakan day-pack terpaksa hanya menggantungkannya pada bahu kiri karena pada bagian kanannya putus. Walhasil saya selalu berada di belakang dan sering meminta break. Saat break, sering kami melihat pemandangan yang luar biasa indahnya lalu mengabadikannya dalam jepretan mata lensa kamera. Sampai di pos 6, medan batuan beku tadi berubah menjadi tanah lembap berseling akar pohon dengan kemiringan yang luar biasa. Saat perjalanan ke pos 7, sering kali kami berpapasan dengan para pendaki lain entah naik atau pun turun. Saling sapa, saling mengingatkan dan saling berbagi menambah kesan saat pendakian. Luar biasa. Saya berharap sikap ini tidak hanya ada pada para pendaki di gunung tapi juga pada semua elemen lapisan masyarakat dimanapun berada. Semoga…

Sempai di pos 7 sekitar jam setengah 12 siang. Pemandangan indah dari puncak yang terletak tak jauh dari pos 7 tak disia siakan untuk berfoto dan istirahat. Snack dibuka dan kamera dikeluarkan. Disini saya mengeluarkan scraf andalanku, yakni scraf orange dari Pendakian Kawasan Selatan 2011 kemarin ^^. Scraf itu kupakai untuk menyambung tali punggung daypack-ku yang putus. Dan entah mengapa saya tertidur disitu. Cukup pulas…

Perjalanan dilanjutkan sekitar jam setengah 1 siang. Pos 7 ke pos 8 merupakan jalur terpanjang dan jalur yang penuh tanjakan dan turunan. Betul betul petualangan. Disini salah seorang dari rombongan kami mengalami keram otot sehingga kami break cukup lama. Beruntung salah seorang pendaki lain singgah dan memijit sehingga perjalanan dilanjutkan. Pos 8 dicapai pada jam setengah 3 siang. Di luar dugaan karena kami menduga mencapai pos ini sekitar maghrib. Lalu pasang tenda makan dan sholat dilaksanakan. Sebuah sungai membelah gunung ini menambah sensasi dingin di pos ini. Banyak pula pendaki camp disini. Target kami adalah sekitar jam 3 shubuh kami berjalan menuju puncak. Kami mengincar sunrise di puncak. Tapi kami memang tukang tidur, sehingga kami baru berangkat sekitar jam setengah 4. Disini, entah mengapa beberapa anggota kami mulai bingung alias pusing. Kami rehat sejenak di pos 9 dalam rangka mencari sumber air sekaligus menghilangkan pusing itu. Kami bertemu beberapa pendaki yang camp disini. Beliau menunjukkan sumber air yang ternyata kami temukan setelah kami turun nantinya. Jadi kami terus berjalan menuju pos 10. Di perjalanan ini kami mendengar suara azan, melihat kunang kunang lampu kota Makassar dan gowa dan juga melihat bunga keabadian, edelweiss. Kami tidak singgah di pos 10 tapi terus hingga ke puncak. Kami menggapai puncak jam 5 lewat sedikit. Disini peristiwa itu terjadi, saya diminta mengumandangkan azan shubuh di ketinggian 2830 mdpl. Disaksikan alam, saya pun mengumandangkan azan lalu sholat shubuh. Setelah itu, agenda foto foto pun berlanjut. Beberapa spot penting berhasil direkam. Snack dikeluarkan. Lalu saling berbagi dengan pendaki. Puncak begitu ramai pagi itu. Kami turun ke pos 8 sekitar jam setengah 8. Kami memang menyimpan hampe1 sebagian besar barang kami di pos 8. Disini, saya dipersilahkan menjadi pemimpin alias terdepan dalam rombongan. Ada kesan tersendiri saat turun dari pos 10 ke pos 8. Kami berdiam sejenak di pos 8 lalu bergerak sekitar jam 11 menuju gerbang. Karena menurun jadi perjalanan sangat cepat. Kami mencapai pos 3 untuk sholat sekitar jam setengah 4 dan mencapai gerbang sekitar jam 5. Cukup demikian pengalaman kali ini. Semoga berkesan di benak pembaca dan cobalah untuk mendaki. okokok 

No pict = Hoax???
klik aja ini, ini, itu dan ini

Selasa, 29 April 2014

Artikel ttg Standard Zones and Polarity Zones

Hmm, suatu siang yang lumayan cerah. terima pesan BBM dari Kanda Edi. Minta diartikan ke Bahasa Indonesia. Ini English-nya:

the zones fall into two categories in my opinion; standard and polarity. a standard zone is just when you identify an area of buying interest and when it is rested buyers are expected to appear. polarity is, for example when you identify an area of selling interest but when rested the sellers fail and it turns into an area of buying interest. the example above is showing both standard and polarity zones.

you can consider that a standard zone because you identify an area of buying interest and when it is tested, buyers are expected to appear.

polarity zones

as stated above, this is pretty much when a standard zone turns into the opposite of what it was intended to do. when you identify an area of sellers, but buyers break through it and on the re-test it finds support.. that is a polarity zones. the only thing to remember about these is that for it to be a polarity zone, it has to have a succesful re-test on the opposing side. otherwise either your zone isn't valid or there just isn't a solid direction in the instrument you are trading.

standard zones

a standard zone is completely identify by what direction price goes after the consolidation, the direction before hand is not to important. it really is a very simple concept so i wont drag on and on about it, instead lets just look at some example and talk about it. if you have any question, ask in the comment section and i will add the answer to the application section.

kuartikan ke Bahasa Indonesia:


zona terbagi dalam dua kategori menurut pendapat saya; standar dan polaritas . zona standar hanya ketika Anda mengidentifikasi area minat untuk membeli dan ketika -rested- (beristirahat ?), pembeli diharapkan muncul. polaritas , misalnya ketika Anda mengidentifikasi area minat untuk menjual tapi ketika -rested- (beristirahat ?) penjual batal dan berubah menjadi area minat untuk membeli . contoh di atas menunjukkan kedua zona itu: standar dan polaritas.
Anda dapat mempertimbangkan itu adalah zona standar karena Anda mengidentifikasi area minat untuk membeli dan ketika diuji, pembeli yang diharapkan pun muncul .
zona polaritas

sebagaimana dinyatakan di atas, ini cukup banyak ketika zona standar berubah menjadi kebalikan dari apa yang dimaksudkan untuk dilakukan. ketika Anda mengidentifikasi area penjual, tapi pembeli masuk dan -re-test- (dites kembali ?) pembeli menemukan dukungan. .. itulah zona polaritas. satu-satunya hal yang perlu diingat tentang ini adalah bahwa untuk menjadi zona polaritas, ia harus memiliki hasil tes ulang yang sukses di sisi kebalikannya. Sebaliknya, maka zona Anda itu tidak valid atau tidak ada arah yang solid dalam instrumen Anda perjualbelikan.

zona standar

zona standar mengidentifikasi sebetulnya ke arah mana harga bergerak setelah adanya konsolidasi, arah sebelum -hand- (tangan ?) ini tidak penting. sungguh ini adalah konsep yang sangat sederhana sehingga saya tidak tertarik pada hal itu dan tentang hal itu, malahan hanya dengan melihat beberapa contoh dan bahas tentang hal itu. jika Anda memiliki pertanyaan, tanyakan di bagian komentar dan saya akan menambahkan jawaban di bagian aplikasi .

Ngerti khan? artikel mengenai konsep dasar dari sesuatu. apa itu? mungkin Anda sudah dapat menebaknya.

Satu yang luar biasa. Jiwa pembelajar itu adalah suatu hal yang sangat mutlak dimiliki oleh seseorang. Karena dengan belajar, hidup akan jauh lebih indah dan tujuan akan menjadi riil depan mata.

Tak percaya? Cobalah...

Kamis, 24 April 2014

Testimoni tentang KIR Smunel Makassar

Naaahhhhh, postinganku kali ini tentang apa yaa? hmm, yup mau bahas tentang KIR Smunel. apa itu KIR? Karya Ilmiah Remaja. Apa itu Smunel? SMA Neg. 5 Makassar. kenapa ada huruf "U" di "Smunel" na tidak ada di kepanjangannya huruf "U"? banyak na tanya na anne e. baca mi dulu lah.

Kali ini lagi mau kasih testimoni tentang KIR di Smunel. Konon kabarnya sudah menghilang di bumi Smunel. Kasihan kasihan kasihan (ala Upin Ipin). Jadi, baca sendiri yaa:

Saat pertama kali mendengar istilah KIR di Smunel, yang ada di kepalaku itu adalah mata pelajaran Keterampilan ilmu Rumahtangga, hahaha. Itu nama mata pelajaran waktu saya masih duduk di bangku SMP, disingkat KIR. Saat mengetahui apa itu KIR yang dimaksud di Smunel, terpetik keinginan kuat untuk ikut serta kegiatan KIR di Pinrang. Maka saat pendaftaran dibuka, saya ikut mendaftar. Ikut tes seleksi yang betul betul menggunakan kreativitas, dapat ditebak hasilnya: tidak lulus. Yup, dari 5 orang siswa berjenis kelamin laki laki di kelas, ada dua yang tidak lulus salah satunya saya. Mungkin pikiranku terlalu “lurus” jadi tidak bisa memunculkan kreativitas atau “lintasan pemikiran”, istilah yang kudapat dari pembina KIR saat mengajar matematika. Namun ternyata, Allah punya rencana indah pada hamba-Nya. Gagal ikut KIR ke Pinrang, saya malah berangkat ke KKIR tingkat nasional di salah satu pondok pesantren di Tulungagung pada tahun yang sama mewakili Smunel.

Ya, inilah salah satu hal yang membuat KIR begitu menarik. Hal yang pertama dibentuk ada: SENSITIVITAS. Saat ini, manusia seringkali kehilangan rasa sensitif pada lingkungan. Dengan KIR, para siswa dituntut dan dimotivasi untuk menimbulkan rasa sensitif itu dengan sebuah ungkapan: “MENCARI MASALAH”. Setelah itu apa lagi? Ya, KREATIVITAS. Para siswa akan mengeluarkan semua ide dan akan mengolah apa yang dimiliki untuk menemukan sebuah solusi dari masalah yang ada. Bukankah masyarakat butuh solusi dari masalah yang ada? Maka para siswa yang telah membuat suatu karya ilmiah akan memproses solusi tersebut. Hanya itu? Tidak! Masih ada lagi. KERANGKA BERPIKIR ILMIAH. Ini yang menjadi dasar dalam bertindak. Jujur, hal ini yang sebenarnya mendewasakan seorang siswa. Dari cara berpikirnya. Sehingga tidak ada lagi asumsi menjadi kesimpulan tanpa ada proses berpikir ilmiah sebelumnya. Sebenarnya ada satu lagi yang didapatkan dari KIR, tapi saya yakin siapa pun pasti tahu itu: KERJASAMA. Seseorang tak akan bisa melarung ke dunia ilmiah seorang diri tanpa adanya budaya diskusi dengan rekan lainnya.

Mungkin ada yang berpikir, KIR di Smunel itu kaku. kujawab dengan tegas: tidak!!! santai namun tetap serius. kejahilan dan "calla" adalah hal yang membuat dunia ini terasa dinamis. "Ja'dala dan calla" justru membuat sensitivitas, kreativitas, berpikir ilmiah dan kerjasama muncul. tidak percaya? silakan coba sendiri.

Sayang sekali jika KIR harus tenggelam oleh arus waktu di lautan bernama Smunel. Saya pernah dapat informasi bahwa KIR pernah masuk jadi mata pelajaran kelas 3. Padahal, disini siswa dilatih untuk menyelesaikan masalah dengan rasa sensitive, kreativitas dan pola berpikir ilmiah yang dimiliki. Parahnya, hal ini justru dianggap hal yang aneh bagi beberapa siswa yang kritis pada sistem pendidikan namun apatis pada diri sendiri.

Cukup demikian dari saya. Mungkin terlalu panjang. Yang jelas, KIR itu sangat bermanfaat bagi siswa. Kelak di bangku kuliah, mereka akan mendapatkan mata kuliah yang lumayan mirip: metode penelitian yang menjadi dasar untuk penelitan mereka.

Terima kasih

Kamis, 03 April 2014

My First Interview Examination


Pada suatu sore yang cukup membuat penat, akhirnya kumenemukan modem untuk mengoneksikan diri dengan internet, hehehe. Ok, seperti biasanya yang berurutan kubuka adalah email, epaper Tribun Timur, facebook dan twitter. Pada saat itu, tidak ada yang menarik di inbox email. Kususuri ke bawah, nampak ada sebuah email yang telah terbuka namun belum kubaca. Ternyata sudah dibuka oleh teman yang pakai emailku juga. Dan isinya: Invitation Letter to Interview Examination dari salah satu kampus luar negeri yang kudaftari.

Alhamdulillah, berkas yang kukirim dengan susah payah dan dengan perjuangan penuh diterima dan dipanggil untuk melanjutkan ke seleksi berikutnya: wawancara. Saat menerima info itu, sebenarnya saya juga sedang mengumpulkan berkas untuk mendaftar program magister di salah satu kampus dalam negeri. Akhirnya waktu untuk fokus persiapkan wawancara hanya sekitar 5 hari. Kuulang: 5 hari. Walaaahhhh….

Langkah pertama adalah mencari referensi di internet. Alhamdulillah dapat beberapa mengenai wawancara untuk beasiswa ke Turki dan Australia. Ok, kususun ulang pertanyaannya lalu kujawab sendiri. Setelah itu kukonsultasikan dengan dua orang dosen dan seorang teman. Dan akhirnya tiba juga di H-1.

Hari itu kurencanakan untuk berangkat ke Jakarta. Sebelumnya telah kuhubungi salah seorang senior yang juga lulus sampai tes wawancara ini. Beliau memutuskan untuk nginap di rumah kawannya di Bekasi. Dan saya memutuskan untuk numpang di kosan dua orang junior yang kebetulan lagi KP di Jakarta. Ditemani Bapak yang kebetulan juga punya urusan di Bandung, meluncurlah kami berdua. Sejak satu pekan sebelum hari-H, banyak teman yang mengatakan bahwa diriku terlihat tegang, stress dan lain lain. Dan ternyata itu masih berlaku sampai kami tiba di kosan juniorku itu.

Tiba di hari-H. Ditemani oleh dua orang juniorku tersebut, sampai lah kami di TKP wawancara itu. Seniorku sudah menungguku. Sedikit berbincang tentang wawancara yang sebentar lagi kami hadapi. Lalu, waktu telah menunjukkan jadwal dari seniorku tadi. Masuklah beliau. Tak lama, beliau keluar. “Lha, cepat ji di’” terlintas di benakku. Waktuku masih ada lebih dua jam. Kuserang beliau dengan pertanyaan: “apa yang ditanyakan tadi, k'?”. Beliau bercerita sedikit tentang prosesnya. Seniorku menyarankan agar masuk ke ruangan. Akhirnya diriku mematung di luar ruang tunggu akibat tegang dan gugup yang kembali menghampiri. Ok, berdiri sambil menghabiskan jatah tilawah di ODOJ-ku untuk menenangkan diri. Tepat sesaat setelah selesai, muncul seorang bule dengan penampakan yang tinggi besar dibelakangku. Kukenali beliau dari website kampus tersebut, beliau lah yang akan mewawancaraiku hari ini, sang ketua program studi.

Maka terjadilah percakapan menggunakan Bahasa Inggris tersebut. Beliau menanyakan apakah saya salah satu dari peserta wawancara. Kujawab iya, beliau hanya tersenyum lalu mengatakan mengatakan mengapa tidak menunggu di ruangan. Saya pun tertawa dan beliau pun ikut tertawa. Disini, saya merasakan semuanya akan lancar saja. Pertama kujelaskan padanya bahwa di jadwalku masih ada lebih dari dua jam lagi, lalu kuserahkan invitation letter tersebut. Beliau hanya menjawab tidak masalah lalu memulai tanya jawab antara saya (F) dan beliau (P):
P:  Betul kamu sekarang nganggur?
F:  (Deh, sensitifnya ini pertanyaan, gugup dan tegang akhirnya hadir kembali) betul, prof.
P:  Terus selama ini ngapain?
F:  Belajar English, geofisika dan geologi sendiri di rumah (cieeee :D )
P:  hmm, bagus. Terus apa ada alumni dari kampus kamu yang jadi mahasiswa kami?
F: (yang kutangkap, dapat info dari mana? Jadi kujawab:) dari website
P:  bukan (beliau mengulang pertanyaan yang sama)
F:  (masih menganggap pertanyaan yang tadi) oh, yang tadi masuk itu, senior saya prof. dari beliau saya dapat info.
P:  bukan itu maksud saya, (beliau mengulang pertanyaan yang sama)
F:  (mulai mencerna apa yang beliau sampaikan) oh, tidak ada prof. (gugup dan tegang mulai memuncak)
P: ok, betul kamu belum punya nilai toefl?
F: iya, prof. tapi saya telah mengikuti tes dan hasilnya itu 400… (saya ingin menyebut nilaiku yang 4xx, tapi karena gugup jadinya yang keluar hanya four hundred and…) maaf, saya lupa. Apakah Anda mau melihat skornya?
P:  boleh
F:  Ini, prof (sambil kuserahkan lembar skorku)
P:  bagus, ini sangat bagus
F:  tapi bukankah itu di bawah dari standard yang Anda tuliskan di website?
P:  tidak masalah. Ini sangat bagus, tapi akan sangat bagus lagi jika kamu meningkatkannya.
Setelah itu beliau menuliskan nilai toefl-ku pada sebuah lembar. Lalu mengucapkan kata kata yang tidak pernah kubayangkan sebelumnya, tidak pernah kupelajari di referensi yang kutemukan di internet dan dari orang orang yang telah kuminta pendapat dan saran sebelumnya.
P:  Silakan kamu bertanya apa saja..
F:  (mangap… hah! Jenis wawancara apa ini) prof, Anda serius?
P:  ya, silakan. Sudah baca program dan matakuliahnya di website khan?
F:  iya, prof. hmm, ok, saya bertanya apa bisa menyelesaikan proyek di Indonesia? (niru dari seniorku tadi)
P:  apa yang kamu maksud dengan “proyek”?
F:  tesis, prof
P:  bukan, kamu akan membuat paper. Ini hanya dilakukan di kampus. Tapi kamu bisa pakai data dari seluruh dunia.
F:  oh, saya harap juga seperti itu (disini ketegangan mulai mencair)
Selanjutnya saya menyerangnya dengan banyak pertanyaan, tentang matakuliahnya, tentang beasiswanya, tentang proses perkuliahannya, tentang lapangan. Jelas dalam bingkai geofisika dan geologi. Semuanya begitu lancar, dibumbui dengan tawa dan canda. Dan beliau pun terlihat menikmati percakapan kami.
P:  baik, hanya akan ada 5 mahasiswa dari 20 mahasiswa yang diterima akan mendapatkan beasiswa penuh dari kami. Silakan menunggu sekitar 2 pekan lagi. Semuanya akan kami hubungi via email. Jadi jangan takut tidak menerimanya. Semoga sukses.
Itulah kalimat terakhir dari beliau, lalu mengantarku keluar dari ruangan. Kujabat tangan beliau lalu kembali ke senior dan juniorku tadi dengan senyum mengembang. Total ada hampir 20an menit di dalam. Saat optimismeku meninggi, seniorku bilang: tadi itu, ada alumni ITB ada alumni UPN ada juga yang sudah kerja bertahun tahun. Waduh…

Sukses sajalah…

1 April 2014M/  1 Jum Akhir 1435H
Di bawah kolong langit Paris van Java
Saat aliran untuk menulis cukup kuat

Kamis, 20 Maret 2014

Afwan, Maaf, Sorry....


Maaf, afwan baru sempat ng-blog lagi. selama ini lagi sibuk di dunia nyata, hehehe. semoga kerja kerja nyata punya maanfaat bagi agama, bangsa dan negara.

Huaaaaa, ternyata blog ini g pernah terisi selama 2 tahun. kuulang 2 tahun! yaa sudah. curhat dikit boleh? nah, kemarin tuh sempat buka buka tulisan yg tersimpan nah, kali ini nemu tulisan tentang pergerakan mahasiswa bertanggal 31 Mei 2011. Waktu itu kayaknya saya bergelut dengan gunungapi & geothermal, mekanika, termodinamika dan sejenisnya serta masih aktif di himpunan, aqsho dan kammi. yup, monggo dibaca saja yaa

Sebuah Wacana Akan Solusi Riil

Entah harus kumulai dari mana. Tapi mungkin dari titik ini saja. Bahwa mahasiswa adalah penghubung antara pihak atas dan pihak bawah, Antara pemilik hak pembuat kebijakan dan rakyat sebagai objek dari kebijakan tersebut.

Berangkat dari titik inilah tampak arti penting dari sesosok mahasiswa. Mahasiswa bukan hanya orang orang yang memiliki kartu mahasiswa. Tapi memiliki sesuatu yang dapat mencitrakan bangsa ini kelak.

Terlalu banyak hal yang menjadi masalah dari bangsa ini. Dan seorang mahasiswa dituntut mampu untuk memimpin bangsa ini keluar dari keterpurukan tersebut. Namun, justru terkadang mahasiswa sendiri yang menambah masalah itu.

Kini, mahasiswa terlalu banyak berwacana tentang isu isu yang berkembang. Tentang inti inti masalah dari bangsa ini. Tentang keterpurukan bangsa ini. Tentang sebuah paradigma yang terlupakan bahwa mahasiswa dan pemerintah adalah bagian dari bangsa ini.

Ok, mungkin saya juga masuk dalam kategori ini. Dan terlalu naïf bila saya mengacuhkan hal di atas bahwa mahasiswa juga bagian dari masyarakat.

Apakah yang kita berikan terhadap rakyat???

Pencitraan negatif terhadap mahasiswa sudah sering bahkan membosankan muncul di media. Tak hanya disorot, bahkan mungkin diberi label negatif. Entahlah.

Bisakah kita memberikan citra positif sebagai mahasiswa??? Prestasi yang membanggakan sudah tentu masuk di dalamnya. Tapi, bukan ini yang ingin kupaparkan karena hal ini sudah jelas ingin kita raih.

Masih ingat dengan Tri Dharma Perguruan Tinggi??? Pendidikan, penelitian dan pengabdian ke masyarakat. Dan mahasiswa adalah subjek sekaligus objek di bagian terakhir, pengabdian ke masyarakat.

Tak perlu banyak suara, cukup dengan berjalan sesuai koridor peraturan sudah cukup membuat bangsa tersenyum. Kita bersuara lantang untuk menghabisi koruptor, namun ternyata kita korupsi waktu dengan terlambat ke kelas. Kita berkoar koar untuk menuju pemerintah yang bersih, namun kita justru mengotori diri dengan bermain main saat kuliah. Entahlah, mungkin cukup idealis, tapi tak ada bukti empiris.

Sudah banyak diskusi berjamuran, Mengenai pergerakan kita, Mengenai nasib rakyat. Mengenai kebijakan kebijakan dan lainnya. Bahkan kita telah bisa menemukan pokok masalah tersebut tanpa harus bersinggungan dengan lingkaran setan inti masalah.

Tapi, terlalu banyak wacana mengenai solusi. Tanpa ada solusi yang detail dan riil. Yup, solusi yang riil dan detail. Itu yang dibutuhkan oleh bangsa ini. Cukup dengan contoh kecil, kita diakui sebagai mahasiswa. Dengan sebuah gerakan kita diakui sebagai bangsa yang besar.

Hidup rakyat, Hidup mahasiswa

31 Mei 2011, 9.50 PM
Di bawah sebuah bangunan yang bernama Lab Fisika Dasar...