Powered By Blogger

Selasa, 29 April 2014

Artikel ttg Standard Zones and Polarity Zones

Hmm, suatu siang yang lumayan cerah. terima pesan BBM dari Kanda Edi. Minta diartikan ke Bahasa Indonesia. Ini English-nya:

the zones fall into two categories in my opinion; standard and polarity. a standard zone is just when you identify an area of buying interest and when it is rested buyers are expected to appear. polarity is, for example when you identify an area of selling interest but when rested the sellers fail and it turns into an area of buying interest. the example above is showing both standard and polarity zones.

you can consider that a standard zone because you identify an area of buying interest and when it is tested, buyers are expected to appear.

polarity zones

as stated above, this is pretty much when a standard zone turns into the opposite of what it was intended to do. when you identify an area of sellers, but buyers break through it and on the re-test it finds support.. that is a polarity zones. the only thing to remember about these is that for it to be a polarity zone, it has to have a succesful re-test on the opposing side. otherwise either your zone isn't valid or there just isn't a solid direction in the instrument you are trading.

standard zones

a standard zone is completely identify by what direction price goes after the consolidation, the direction before hand is not to important. it really is a very simple concept so i wont drag on and on about it, instead lets just look at some example and talk about it. if you have any question, ask in the comment section and i will add the answer to the application section.

kuartikan ke Bahasa Indonesia:


zona terbagi dalam dua kategori menurut pendapat saya; standar dan polaritas . zona standar hanya ketika Anda mengidentifikasi area minat untuk membeli dan ketika -rested- (beristirahat ?), pembeli diharapkan muncul. polaritas , misalnya ketika Anda mengidentifikasi area minat untuk menjual tapi ketika -rested- (beristirahat ?) penjual batal dan berubah menjadi area minat untuk membeli . contoh di atas menunjukkan kedua zona itu: standar dan polaritas.
Anda dapat mempertimbangkan itu adalah zona standar karena Anda mengidentifikasi area minat untuk membeli dan ketika diuji, pembeli yang diharapkan pun muncul .
zona polaritas

sebagaimana dinyatakan di atas, ini cukup banyak ketika zona standar berubah menjadi kebalikan dari apa yang dimaksudkan untuk dilakukan. ketika Anda mengidentifikasi area penjual, tapi pembeli masuk dan -re-test- (dites kembali ?) pembeli menemukan dukungan. .. itulah zona polaritas. satu-satunya hal yang perlu diingat tentang ini adalah bahwa untuk menjadi zona polaritas, ia harus memiliki hasil tes ulang yang sukses di sisi kebalikannya. Sebaliknya, maka zona Anda itu tidak valid atau tidak ada arah yang solid dalam instrumen Anda perjualbelikan.

zona standar

zona standar mengidentifikasi sebetulnya ke arah mana harga bergerak setelah adanya konsolidasi, arah sebelum -hand- (tangan ?) ini tidak penting. sungguh ini adalah konsep yang sangat sederhana sehingga saya tidak tertarik pada hal itu dan tentang hal itu, malahan hanya dengan melihat beberapa contoh dan bahas tentang hal itu. jika Anda memiliki pertanyaan, tanyakan di bagian komentar dan saya akan menambahkan jawaban di bagian aplikasi .

Ngerti khan? artikel mengenai konsep dasar dari sesuatu. apa itu? mungkin Anda sudah dapat menebaknya.

Satu yang luar biasa. Jiwa pembelajar itu adalah suatu hal yang sangat mutlak dimiliki oleh seseorang. Karena dengan belajar, hidup akan jauh lebih indah dan tujuan akan menjadi riil depan mata.

Tak percaya? Cobalah...

Kamis, 24 April 2014

Testimoni tentang KIR Smunel Makassar

Naaahhhhh, postinganku kali ini tentang apa yaa? hmm, yup mau bahas tentang KIR Smunel. apa itu KIR? Karya Ilmiah Remaja. Apa itu Smunel? SMA Neg. 5 Makassar. kenapa ada huruf "U" di "Smunel" na tidak ada di kepanjangannya huruf "U"? banyak na tanya na anne e. baca mi dulu lah.

Kali ini lagi mau kasih testimoni tentang KIR di Smunel. Konon kabarnya sudah menghilang di bumi Smunel. Kasihan kasihan kasihan (ala Upin Ipin). Jadi, baca sendiri yaa:

Saat pertama kali mendengar istilah KIR di Smunel, yang ada di kepalaku itu adalah mata pelajaran Keterampilan ilmu Rumahtangga, hahaha. Itu nama mata pelajaran waktu saya masih duduk di bangku SMP, disingkat KIR. Saat mengetahui apa itu KIR yang dimaksud di Smunel, terpetik keinginan kuat untuk ikut serta kegiatan KIR di Pinrang. Maka saat pendaftaran dibuka, saya ikut mendaftar. Ikut tes seleksi yang betul betul menggunakan kreativitas, dapat ditebak hasilnya: tidak lulus. Yup, dari 5 orang siswa berjenis kelamin laki laki di kelas, ada dua yang tidak lulus salah satunya saya. Mungkin pikiranku terlalu “lurus” jadi tidak bisa memunculkan kreativitas atau “lintasan pemikiran”, istilah yang kudapat dari pembina KIR saat mengajar matematika. Namun ternyata, Allah punya rencana indah pada hamba-Nya. Gagal ikut KIR ke Pinrang, saya malah berangkat ke KKIR tingkat nasional di salah satu pondok pesantren di Tulungagung pada tahun yang sama mewakili Smunel.

Ya, inilah salah satu hal yang membuat KIR begitu menarik. Hal yang pertama dibentuk ada: SENSITIVITAS. Saat ini, manusia seringkali kehilangan rasa sensitif pada lingkungan. Dengan KIR, para siswa dituntut dan dimotivasi untuk menimbulkan rasa sensitif itu dengan sebuah ungkapan: “MENCARI MASALAH”. Setelah itu apa lagi? Ya, KREATIVITAS. Para siswa akan mengeluarkan semua ide dan akan mengolah apa yang dimiliki untuk menemukan sebuah solusi dari masalah yang ada. Bukankah masyarakat butuh solusi dari masalah yang ada? Maka para siswa yang telah membuat suatu karya ilmiah akan memproses solusi tersebut. Hanya itu? Tidak! Masih ada lagi. KERANGKA BERPIKIR ILMIAH. Ini yang menjadi dasar dalam bertindak. Jujur, hal ini yang sebenarnya mendewasakan seorang siswa. Dari cara berpikirnya. Sehingga tidak ada lagi asumsi menjadi kesimpulan tanpa ada proses berpikir ilmiah sebelumnya. Sebenarnya ada satu lagi yang didapatkan dari KIR, tapi saya yakin siapa pun pasti tahu itu: KERJASAMA. Seseorang tak akan bisa melarung ke dunia ilmiah seorang diri tanpa adanya budaya diskusi dengan rekan lainnya.

Mungkin ada yang berpikir, KIR di Smunel itu kaku. kujawab dengan tegas: tidak!!! santai namun tetap serius. kejahilan dan "calla" adalah hal yang membuat dunia ini terasa dinamis. "Ja'dala dan calla" justru membuat sensitivitas, kreativitas, berpikir ilmiah dan kerjasama muncul. tidak percaya? silakan coba sendiri.

Sayang sekali jika KIR harus tenggelam oleh arus waktu di lautan bernama Smunel. Saya pernah dapat informasi bahwa KIR pernah masuk jadi mata pelajaran kelas 3. Padahal, disini siswa dilatih untuk menyelesaikan masalah dengan rasa sensitive, kreativitas dan pola berpikir ilmiah yang dimiliki. Parahnya, hal ini justru dianggap hal yang aneh bagi beberapa siswa yang kritis pada sistem pendidikan namun apatis pada diri sendiri.

Cukup demikian dari saya. Mungkin terlalu panjang. Yang jelas, KIR itu sangat bermanfaat bagi siswa. Kelak di bangku kuliah, mereka akan mendapatkan mata kuliah yang lumayan mirip: metode penelitian yang menjadi dasar untuk penelitan mereka.

Terima kasih

Kamis, 03 April 2014

My First Interview Examination


Pada suatu sore yang cukup membuat penat, akhirnya kumenemukan modem untuk mengoneksikan diri dengan internet, hehehe. Ok, seperti biasanya yang berurutan kubuka adalah email, epaper Tribun Timur, facebook dan twitter. Pada saat itu, tidak ada yang menarik di inbox email. Kususuri ke bawah, nampak ada sebuah email yang telah terbuka namun belum kubaca. Ternyata sudah dibuka oleh teman yang pakai emailku juga. Dan isinya: Invitation Letter to Interview Examination dari salah satu kampus luar negeri yang kudaftari.

Alhamdulillah, berkas yang kukirim dengan susah payah dan dengan perjuangan penuh diterima dan dipanggil untuk melanjutkan ke seleksi berikutnya: wawancara. Saat menerima info itu, sebenarnya saya juga sedang mengumpulkan berkas untuk mendaftar program magister di salah satu kampus dalam negeri. Akhirnya waktu untuk fokus persiapkan wawancara hanya sekitar 5 hari. Kuulang: 5 hari. Walaaahhhh….

Langkah pertama adalah mencari referensi di internet. Alhamdulillah dapat beberapa mengenai wawancara untuk beasiswa ke Turki dan Australia. Ok, kususun ulang pertanyaannya lalu kujawab sendiri. Setelah itu kukonsultasikan dengan dua orang dosen dan seorang teman. Dan akhirnya tiba juga di H-1.

Hari itu kurencanakan untuk berangkat ke Jakarta. Sebelumnya telah kuhubungi salah seorang senior yang juga lulus sampai tes wawancara ini. Beliau memutuskan untuk nginap di rumah kawannya di Bekasi. Dan saya memutuskan untuk numpang di kosan dua orang junior yang kebetulan lagi KP di Jakarta. Ditemani Bapak yang kebetulan juga punya urusan di Bandung, meluncurlah kami berdua. Sejak satu pekan sebelum hari-H, banyak teman yang mengatakan bahwa diriku terlihat tegang, stress dan lain lain. Dan ternyata itu masih berlaku sampai kami tiba di kosan juniorku itu.

Tiba di hari-H. Ditemani oleh dua orang juniorku tersebut, sampai lah kami di TKP wawancara itu. Seniorku sudah menungguku. Sedikit berbincang tentang wawancara yang sebentar lagi kami hadapi. Lalu, waktu telah menunjukkan jadwal dari seniorku tadi. Masuklah beliau. Tak lama, beliau keluar. “Lha, cepat ji di’” terlintas di benakku. Waktuku masih ada lebih dua jam. Kuserang beliau dengan pertanyaan: “apa yang ditanyakan tadi, k'?”. Beliau bercerita sedikit tentang prosesnya. Seniorku menyarankan agar masuk ke ruangan. Akhirnya diriku mematung di luar ruang tunggu akibat tegang dan gugup yang kembali menghampiri. Ok, berdiri sambil menghabiskan jatah tilawah di ODOJ-ku untuk menenangkan diri. Tepat sesaat setelah selesai, muncul seorang bule dengan penampakan yang tinggi besar dibelakangku. Kukenali beliau dari website kampus tersebut, beliau lah yang akan mewawancaraiku hari ini, sang ketua program studi.

Maka terjadilah percakapan menggunakan Bahasa Inggris tersebut. Beliau menanyakan apakah saya salah satu dari peserta wawancara. Kujawab iya, beliau hanya tersenyum lalu mengatakan mengatakan mengapa tidak menunggu di ruangan. Saya pun tertawa dan beliau pun ikut tertawa. Disini, saya merasakan semuanya akan lancar saja. Pertama kujelaskan padanya bahwa di jadwalku masih ada lebih dari dua jam lagi, lalu kuserahkan invitation letter tersebut. Beliau hanya menjawab tidak masalah lalu memulai tanya jawab antara saya (F) dan beliau (P):
P:  Betul kamu sekarang nganggur?
F:  (Deh, sensitifnya ini pertanyaan, gugup dan tegang akhirnya hadir kembali) betul, prof.
P:  Terus selama ini ngapain?
F:  Belajar English, geofisika dan geologi sendiri di rumah (cieeee :D )
P:  hmm, bagus. Terus apa ada alumni dari kampus kamu yang jadi mahasiswa kami?
F: (yang kutangkap, dapat info dari mana? Jadi kujawab:) dari website
P:  bukan (beliau mengulang pertanyaan yang sama)
F:  (masih menganggap pertanyaan yang tadi) oh, yang tadi masuk itu, senior saya prof. dari beliau saya dapat info.
P:  bukan itu maksud saya, (beliau mengulang pertanyaan yang sama)
F:  (mulai mencerna apa yang beliau sampaikan) oh, tidak ada prof. (gugup dan tegang mulai memuncak)
P: ok, betul kamu belum punya nilai toefl?
F: iya, prof. tapi saya telah mengikuti tes dan hasilnya itu 400… (saya ingin menyebut nilaiku yang 4xx, tapi karena gugup jadinya yang keluar hanya four hundred and…) maaf, saya lupa. Apakah Anda mau melihat skornya?
P:  boleh
F:  Ini, prof (sambil kuserahkan lembar skorku)
P:  bagus, ini sangat bagus
F:  tapi bukankah itu di bawah dari standard yang Anda tuliskan di website?
P:  tidak masalah. Ini sangat bagus, tapi akan sangat bagus lagi jika kamu meningkatkannya.
Setelah itu beliau menuliskan nilai toefl-ku pada sebuah lembar. Lalu mengucapkan kata kata yang tidak pernah kubayangkan sebelumnya, tidak pernah kupelajari di referensi yang kutemukan di internet dan dari orang orang yang telah kuminta pendapat dan saran sebelumnya.
P:  Silakan kamu bertanya apa saja..
F:  (mangap… hah! Jenis wawancara apa ini) prof, Anda serius?
P:  ya, silakan. Sudah baca program dan matakuliahnya di website khan?
F:  iya, prof. hmm, ok, saya bertanya apa bisa menyelesaikan proyek di Indonesia? (niru dari seniorku tadi)
P:  apa yang kamu maksud dengan “proyek”?
F:  tesis, prof
P:  bukan, kamu akan membuat paper. Ini hanya dilakukan di kampus. Tapi kamu bisa pakai data dari seluruh dunia.
F:  oh, saya harap juga seperti itu (disini ketegangan mulai mencair)
Selanjutnya saya menyerangnya dengan banyak pertanyaan, tentang matakuliahnya, tentang beasiswanya, tentang proses perkuliahannya, tentang lapangan. Jelas dalam bingkai geofisika dan geologi. Semuanya begitu lancar, dibumbui dengan tawa dan canda. Dan beliau pun terlihat menikmati percakapan kami.
P:  baik, hanya akan ada 5 mahasiswa dari 20 mahasiswa yang diterima akan mendapatkan beasiswa penuh dari kami. Silakan menunggu sekitar 2 pekan lagi. Semuanya akan kami hubungi via email. Jadi jangan takut tidak menerimanya. Semoga sukses.
Itulah kalimat terakhir dari beliau, lalu mengantarku keluar dari ruangan. Kujabat tangan beliau lalu kembali ke senior dan juniorku tadi dengan senyum mengembang. Total ada hampir 20an menit di dalam. Saat optimismeku meninggi, seniorku bilang: tadi itu, ada alumni ITB ada alumni UPN ada juga yang sudah kerja bertahun tahun. Waduh…

Sukses sajalah…

1 April 2014M/  1 Jum Akhir 1435H
Di bawah kolong langit Paris van Java
Saat aliran untuk menulis cukup kuat