Powered By Blogger

Selasa, 03 Juni 2014

Muadzin di Ketinggian 2830 mdpl


Hmm, pada postingan kali ini, saya akan bahas sekelumit pengalaman saat mendaki Gunung Bawakaraeng. Yup, gunung dengan ketinggian sekitar 2830 mdpl ini memang menantang untuk didaki. Ingat, didaki. Bukan di daki. Klo di daki, husss, sana mandi dulu :P
Tanggal 2 Mei 2014, rombongan kami yg berjumlah 10 orang tiba di gerbang pendakian sekitar jam 10 malam. Parkir motor dan bercakap cakap sejenak dengan beberapa warga lalu cusss lah kami skitar setengah 10 malam. Target kami adalah pos 5. Kami menargetkan camp disana. Maka kami pun terus berjalan. Namun, karena beberapa orang dari kelompok kami adalah peserta dadakan, termasuk saya, maka sering kali kami “break” di tengah jalan. Jalan yang sudah mulai mendaki sejak gerbang membuat kami sangat gampang untuk break. Tidak hanya itu, beberapa kali saya harus menggunakan tangan untuk menggapai pijakan berikutnya. Ditambah dengan suasana malam membuat kami tak bisa menikmati pemandangan yang ada. Lengkap sudah suasana mencekam malam itu. Kami pun tiba tepat sesaat sebelum hujan di pos 5 sekitar jam 2 dinihari. Mendirikan tenda di tengah gerimis lalu tepar sekitar jam setengah 3.

Kami terbangun sekitar pukul setengah 6 lalu mendirikan sholat shubuh berjamaah. Karena ruang terbatas, kami membagi menjadi dua kloter. Selanjutnya adalah agenda sarapan berupa lontong yang telah kami siapkan dari Makassar. Sebagian mempersiapkan makanan sebagian lagi mengambil air tak jauh dari pos 5. Saya pun dapat jatah mengupas bawang untuk dijadikan teman makanan. Mantap!!! Sekitar jam 8 kami mulai packing kembali lalu menuju pos 6 pada jam 9. Disini perjalanan semakin menantang. Batuan beku yang membulat membuat tapak kaki harus lebih kuat menapak. Tangan pun mulai sering memegang batuan untuk membantu tubuh. Saat pendakian, kecelakaan pun hadir. Saya yang hanya menggunakan day-pack terpaksa hanya menggantungkannya pada bahu kiri karena pada bagian kanannya putus. Walhasil saya selalu berada di belakang dan sering meminta break. Saat break, sering kami melihat pemandangan yang luar biasa indahnya lalu mengabadikannya dalam jepretan mata lensa kamera. Sampai di pos 6, medan batuan beku tadi berubah menjadi tanah lembap berseling akar pohon dengan kemiringan yang luar biasa. Saat perjalanan ke pos 7, sering kali kami berpapasan dengan para pendaki lain entah naik atau pun turun. Saling sapa, saling mengingatkan dan saling berbagi menambah kesan saat pendakian. Luar biasa. Saya berharap sikap ini tidak hanya ada pada para pendaki di gunung tapi juga pada semua elemen lapisan masyarakat dimanapun berada. Semoga…

Sempai di pos 7 sekitar jam setengah 12 siang. Pemandangan indah dari puncak yang terletak tak jauh dari pos 7 tak disia siakan untuk berfoto dan istirahat. Snack dibuka dan kamera dikeluarkan. Disini saya mengeluarkan scraf andalanku, yakni scraf orange dari Pendakian Kawasan Selatan 2011 kemarin ^^. Scraf itu kupakai untuk menyambung tali punggung daypack-ku yang putus. Dan entah mengapa saya tertidur disitu. Cukup pulas…

Perjalanan dilanjutkan sekitar jam setengah 1 siang. Pos 7 ke pos 8 merupakan jalur terpanjang dan jalur yang penuh tanjakan dan turunan. Betul betul petualangan. Disini salah seorang dari rombongan kami mengalami keram otot sehingga kami break cukup lama. Beruntung salah seorang pendaki lain singgah dan memijit sehingga perjalanan dilanjutkan. Pos 8 dicapai pada jam setengah 3 siang. Di luar dugaan karena kami menduga mencapai pos ini sekitar maghrib. Lalu pasang tenda makan dan sholat dilaksanakan. Sebuah sungai membelah gunung ini menambah sensasi dingin di pos ini. Banyak pula pendaki camp disini. Target kami adalah sekitar jam 3 shubuh kami berjalan menuju puncak. Kami mengincar sunrise di puncak. Tapi kami memang tukang tidur, sehingga kami baru berangkat sekitar jam setengah 4. Disini, entah mengapa beberapa anggota kami mulai bingung alias pusing. Kami rehat sejenak di pos 9 dalam rangka mencari sumber air sekaligus menghilangkan pusing itu. Kami bertemu beberapa pendaki yang camp disini. Beliau menunjukkan sumber air yang ternyata kami temukan setelah kami turun nantinya. Jadi kami terus berjalan menuju pos 10. Di perjalanan ini kami mendengar suara azan, melihat kunang kunang lampu kota Makassar dan gowa dan juga melihat bunga keabadian, edelweiss. Kami tidak singgah di pos 10 tapi terus hingga ke puncak. Kami menggapai puncak jam 5 lewat sedikit. Disini peristiwa itu terjadi, saya diminta mengumandangkan azan shubuh di ketinggian 2830 mdpl. Disaksikan alam, saya pun mengumandangkan azan lalu sholat shubuh. Setelah itu, agenda foto foto pun berlanjut. Beberapa spot penting berhasil direkam. Snack dikeluarkan. Lalu saling berbagi dengan pendaki. Puncak begitu ramai pagi itu. Kami turun ke pos 8 sekitar jam setengah 8. Kami memang menyimpan hampe1 sebagian besar barang kami di pos 8. Disini, saya dipersilahkan menjadi pemimpin alias terdepan dalam rombongan. Ada kesan tersendiri saat turun dari pos 10 ke pos 8. Kami berdiam sejenak di pos 8 lalu bergerak sekitar jam 11 menuju gerbang. Karena menurun jadi perjalanan sangat cepat. Kami mencapai pos 3 untuk sholat sekitar jam setengah 4 dan mencapai gerbang sekitar jam 5. Cukup demikian pengalaman kali ini. Semoga berkesan di benak pembaca dan cobalah untuk mendaki. okokok 

No pict = Hoax???
klik aja ini, ini, itu dan ini