Powered By Blogger

Minggu, 23 Oktober 2011

Jangan Jadi Monyet

Ahhhh, lama gak nge-blog. ok deh. baca aja. semoga bermanfaat :)

(Nasyid latar: Suci Sekeping Hati, Saujana)

Alkisah, pada suatu masa hidup seekor monyet. Monyet ini dikisahkan sebagai monyet yang sakti (mungkin kera sakti Sun Go Kong dari Gunung Hua Ko, hehehe). Nah, monyet tersebut berkeliling hutan, terus menemukan suatu pohon kelapa. Melihat buah yg cukup ranum, manjat lah monyet tersebut dan karena kesaktiannya, monyet tersebut sudah sampai di atas. Sejurus kemudian, muncul 3 bencana alam; angin bohorok (tahu khan???), tsunami, dan gunung meletus (nah loh, kok kayak di Indonesia, berarti bukan Sun Go Kong, tapi Hanoman atau monyet di Bantimurung). Monyet takut juga, sembari memeluk bantal guling, eh, maksudnya batang pohon kelapa si monyet keluarkan jurus dan ciaatttttttttttttt, angin bohorok lewat begitu saja. Kemudian tsunami datang, dengan kecepatan 120 km/jam dan ketinggian hampir 10 meter menghantam pohon tadi dan si monyet tetap dalam keadaan memeluk batang pohon (tapi sudah bersih, khan mandi pake air tsunami, segerrrrrrrrrr). Kali ini giliran awan sulfatar dari gunung meletus. Wedhus gembelnya mulai menyerang. Gunungnya mungkin perisai, tipe letusannya plinian, wow, teringat letusan Gunung Krakatau 1882. Awan abu vulkanik, bom dan batuan piroklastik mulai keluar dan menghampiri pohon kelapa. Ajaib, sang monyet tetap pada posisinya dan mulai PW (posisi wuenak tenan) di pohon ini. Karena tak ada rintangan lagi, sang monyet mulai memetik buah kelapa. Saat buah hampir terlepas, datang AC (angin cepoi cepoi) menghadang. Dan karena tangan si monyet ada di buah kelapa, bukan di pohon kelapa, si monyet pun terjatuh dan ditemukan dalam posisi menggenaskan.

...............................................

Ikhwahtifillah, begitulah dunia ini. Jalan dakwah tidak pernah lepas dari rintangan. Pepatah melayu mengatakan, “Jalan menuju neraka bertabur emas dan berlian. Jalan menuju surga bertabur onak dan duri.”. Begitu berat jalan dakwah ini, sampai sampai seorang ustadz menyebutkan bila dakwah ini mulus mulus saja berarti ada yang salah dari dakwah ini.
Saat ini, ada suatu hal yang perlu diperhatikan dari ujian dan cobaan saat meniti jalan ke surga ini. Ujian bukan hanya kesengsaraan, kesusahan, kelaparan dan segala hal yang menyiksa diri ini, tapi juga termasuk hal hal yang menyenangkan sehingga melenakan diri ini untuk datang bersimpuh dihadapan-Nya.
Saat menghadapi kesempitan, luar biasa tangguhnya. Saat cobaan datang silih berganti menghantam tubuh lunglai ini, masih bisa tersenyum seraya berdoa kepada-Nya. Seperti raja monyet dalam cerita diatas yang saat hantaman angin bohorok, tsunami dan abu vulkanik gunung meletus sang monyet tetap tangguh. Namun saat buah dari proses ini akan segera diraih, terkadang kita mulai dilenakan dengan kesenangan dan hal hal yang membuat hati ini terasa hanyut sehingga menjauh dari-Nya.
Ikhwatifillah, masih ingatkah kita tentang kekhawatiran Rasulullah terhadap umatnya. Beliau mengkhawatirkan sampai sampai dipenghujung hayatnya masih terus bergumam, “ummatii, ummatii, ummatii”. Apa yang beliau khawatirkan? Penyakit hati Al-Wahn yang mulai menyerang umat manusia dalam bentuk kecintaannya pada dunia yang mengakibatkan ketakutannya pada gerbang kehidupan yang abadi, kematian.

Mari sejenak membaca syair dari nasyid yang dibawakan oleh Saujana: Suci Sekeping Hati

Sekeping hati dibawa berlari
Jauh melalui jalanan sepi
Jalan kebenaran indah terbentang
Di depan matamu para pejuang

Tapi jalan kebenaran
Tak akan selamanya sunyi
Ada ujian yang datang melanda
Ada perangkap menunggu mangsa

Akan kuatkah kaki yang melangkah
Bila disapa duri yang menanti
Akan kaburkah mata yang meratap
Pada debu yang pastikan hinggap

Mengharap senang dalam berjuang
Bagai merindu rembulan ditengah siang
Jalannya tak seindah sentuhan mata
Pangkalnya jauh hujungnya belum tiba


Jalan ini masih sangat panjang untuk dilalui. Saat bertransformasi dari ke arah lebih baik. Tak perlu menggunakan transformasi Laplacean atau transformasi yang tak kalah masyhurnya dalam dunia per-fismat-an (fismat: fisika matematika, salah satu mata kuliah yang mendebarkan tapi unik yang ada) yaitu tak lain dan tak bukan adalah transformasi Fourier. Tapi gunakan transformasi untuk menuju pribadi yang tangguh dalam menghadapi ujian dalam bentuk kesusahan maupun kesenangan. Jangan jadi monyet. Karena kita adalah manusia yang diberi segala nikmat-Nya dalam meniti jalan ini. Keep hamasah ikhwah!!!

Wallahu a’lam bisshawab

NB: silakan dikritik, maklum masih belajar menulis. Inspirasi dari tulisan ini berasal dari film yang entah sudah berapa kali kuulang, film “Sang Murabbi”.


Di sebuah titik di Kota Daeng, 28 Juni 2011, 11:31 PM
Saat mata belum terpejam, namun aliran untuk menulis cukup deras . . .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar