Masih berbentuk tugas, esai cukup rumit bila belum dimengerti cara nulisnya. g papakan klo bagi contoh esai yg kutulis saat msih tercatat sebagai smunelers? maaf ya klo temanya AC Milan, mklum ni orang milanisti. Forza Milano!!!
AC Milan, Sang Capolista 2008/2009 (?)
AC Milan, yang biasanya disebut Milan, siapa yang tidak mengenal tim besar asal kota mode, Milan itu. Tim dengan segudang prestasi, 7 kali juara UEFA Champion League, 16 kali Scudetto Serie-A, Winners cup, Piala Dunia Antar Klub yang dulunya disebut Toyota Cup pun sudah pernah mereka raih.
Pertengahan Januari lalu, tepatnya pada transfer window II ini, Milan menjadi buah bibir seantero penggila bola. Mengapa? apalagi kalau bukan dengan kehadiran Beckham dan tawaran Manchester City untuk Kaka yang kalau dihitung-hitung bisa membiayai 1 klub di Indonesia selama 2 musim.
Bagaimana kiprah Milan musim ini? ikut dalam 2 kompetisi, Serie-A dan UEFA cup, bukan perkara mudah bagi punggawa Milan untuk berbagi konsentrasi. Anehnya, Carlo Ancelotti, allenatore Milan tetap optimis untuk mengawinkan kedua gelar tersebut, scudetto Serie-A 2008/ 2009 dan UEFA cup, satu-satunya gelar yang belum pernah disentuh oleh Il Diavolo Rosso, julukan Milan.
Peluang Milan untuk meraih gelar ke-17 nya musim ini masih terbuka lebar. Selisih 8 poin dari Capolista sementara yang juga rival sekota mereka, Inter Milan dan selisih 1 poin dari runner up sementara, La Vecchia Signora, Juventus, bukanlah halangan utama. “Kami masih di jalur juara!” ucap Gianluca Zambrotta, bek kanan Rossoneri, julukan Milan yang lain, yang diamini oleh kapten tim yang berusia 40 tahun, Paolo Maldini.
Masalah terbesar Milan saat ini adalah krisis pemain. Tercatat ada beberapa nama yang telah masuk daftar cedera. Marco Boriello, Alessandro Nesta, dan Gennaro “Il Rhino” Gattuso contohnya. Nama terakhir telah dipastikan absen hingga akhir musim ini, sedang nama pertama hanya mampu bermain pada awal musim. Bukannya mencari pemain muda untuk mengisi pos yang mereka tinggalkan, Don Carletto, panggilan Carlo Ancelotti, mendatangkan David Beckham, 32 tahun dengan status pinjaman. Bila mendatangkan pemain muda, karir Don Carletto dipastikan masih panjang.
Masalah kedua adalah mental juara. Sebagian pemain Milan belum punya mental juara. Buktinya seringnya Milan melepaskan poin ke tim lemah. Contohnya, setelah pekan lalu menang meyakinkan atas Lazio 3-0 di Roma, Milan pesakitan dengan ditahan imbang 1-1 oleh tim juru kunci, Reggina di San Siro kemarin. Hal lainnya adalah ketidak mampuan “membunuh” tim lawan dari menit menit pertama. Total setengah jumlah kemasukan Milan tercipta pada 25 menit pertama.
Jelaslah ini PR besar bagi Don Carletto. Membangkitkan mental yang terpendam bukanlah hal yang mudah. Kerjasama yang belum padu antara Kaka dan Ronaldinho serta komposisi pemain belakang setelah ditinggal Nesta yang belum pas juga menjadi sorotan Milanisti, julukan supporter Milan. Untuk masalah terakhir, sebenarnya telah terjawab ketika Milan membungkam Lazio pekan lalu. Menggunakan formasi 4-3-2-1 dengan Jankulovski, Bonera, Senderos dan Zambrotta di belakang, Ambrossini, Pirlo dan Beckham penguasa lini tengah dan Alexandre Pato sebagai tukang gedor yang ditopang 2 second striker, Kaka dan Clarence Seedorf yang eksplosif, Milan tampil trengginas di stadion Olimpico, markas Lazio. Jelaslah sekarang masalah utamanya adalah mental!!!
Musim 2008/ 2009 masih panjang. Masih ada waktu untuk berbenah, membangunkan raksasa Italia yang masih belum bisa menghilangkan rasa kantuknya. Apalagi pekan ini Milan akan menghadapi Nerazzuri, Inter Milan dalam laga yang bertajuk Derby Della Madonina yang jelas sangat penting untuk membangun mental. Dengan semangat, tekanan dari Milanisti, dan sentuhan Don Carletto, Capolista 2008/ 2009 tidak mustahil lagi. Bagaimana Don Carletto?
Jumat, 11 Desember 2009
Resensi: Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck
nih klo ada yg pusing buat resensi (ini cuma contoh, krena blum jlas benar atau slah). klo mau di copy n paste jgn lupa referensi, ok?
Imajinasi dengan Sentuhan Adat Istiadat dan Budaya
2 Daerah
Judul buku : Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck
Pengarang : Haji Abdul Malik Karim Amrullah atau HAMKA
Penerbit : Percetakan Bulan Bintang
Tahun terbit : 1939
Cetakan : 25, Agustus 2001
Tebal buku : 224 halaman
Haji Abdul Malik Karim Amrullah, atau yang lebih dikenal sebagai HAMKA adalah seorang penulis, penyair ulung pada masanya. Penyair ini sudah tidak asing lagi di telinga kita karena karya karyanya yang luar biasa. Pengarang kelahiran Padang ini selain seorang sastrawan besar, beliau juga adalah seorang ulama besar di Indonesia. Belasan bahkan mungkin puluhan karya yang telah dituliskan sebagai jalur da’wahnya. Novel yang ditulisnya ini bersetting pada awal tahun 1930-an.
Novel yang judulnya diambil dari salah satu judul bab dalam novel ini, merupakan salah satu karyanya yang tersohor. Dalam novel ini, penggunaan tema pentingnya sebuah kesetiaan nampak sangat pas ketika novel ini terbit untuk pertama kali pada tahun 1939. Semua orang tahu, saat itu para bumi putera harus menunjukkan kesetiaannya pada Jepang. Tampaknya ada unsur kesengajaan pemilihan tema untuk mengkritik kebijakan pemerintahan kolonial saat itu.
Novel ini bercerita tentang petualangan seorang pemuda hingga ia menemukan cinta, kesuksesan dan detik detik kematiannya. Zainuddin adalah pemuda berdarah campuran Makassar (dalam novel ini ditulis Mengkasar) dan Minangkabau. Keinginan sang pemuda untuk menuntut ilmu di kampung halamannya, di tanah Minang adalah awal mula petualangan panjangnya. Setibanya di sebuah kampung tempat ayahnya dilahirkan, Batipuh, dia justru jatuh cinta pada Hayati, seorang gadis terpandang di sana. Begitu pun sang gadis. Ketika telah mengetahui isi hati masing masing, mereka pun berjanji untuk hidup bersama. Namun apa guna bila niat untuk menjadi sepasang suami istri harus ditentang oleh perbedaan adat dan kekuatan uang. Maka Zainuddin segera bergerak menuju Padang Panjang untuk kembali pada tujuan awalnya. Sedang Hayati lebih memilih menikah dengan Aziz, kakak dari Khadijah, sahabat Hayati dengan alasan uang. Padahal saat itu kekuangan Zainuddin cukup untuk melamar Hayati karena kekayaan peninggalan orang tuanya yang meninggal di Makassar.
Setelah mengetahui bahwa Hayati telah mengingkari janjinya, Zainuddin shock dan sakit sebelum dia memutuskan untuk lenyap dari tanah Sumatera menuju tanah Jawa untuk mencoba keberuntungannya bersama sahabatnya Muluk, seorang pemabuk yang dikenalnya di Padang Panjang. Di Jawa, mereka berdua menetap di kota Jakarta dan bekerja sebagai kolumnis di beberapa majalah dan koran besar di sana. Setelah merasa cukup, Zainuddin bersama Muluk segera mendirikan kantor penerbitan sendiri di kota Surabaya. Di sinilah Zainuddin bebas mengembangkan ekspresinya sebagai penulis hingga akhirnya dia dikenal oleh semua orang karena karya karyanya yang termahsyur dengan nama Tuan Shabir.
Hayati sendiri sudah tahu bagaimana tabiat suaminya, Aziz, penjudi yang sering main perempuan. Maka, ketika Aziz mengajaknya untuk pindah ke Surabaya, Hayati sudah tahu alasannya. Sayangnya di sana justru kehidupan mereka mulai berantakan. Dimulai dari habisnya uang mereka karena kebiasaan buruk Aziz, perlakuan kasar Aziz, dan semacamnya. Puncaknya ketika mereka harus menjadi gelandangan karena diusir dari kontrakan mereka.
Saat itu pula mereka bertemu dengan Zainuddin. Untunglah Zainuddin mengizinkan mereka tinggal di rumahnya. Aziz menyesali perbuatannya dan mulai serius untuk mencari pekerjaan. Untuk itulah dia menitipkan istrinya pada Zainuddin. Tapi, malang tak dapat di tolak, tersiar kabar Aziz bunuh diri di sebuah hotel di kota Banyuwangi.
Hayati merasakan kesedihan luar biasa. Namun ketika tahu dari Muluk bahwa Zainuddin masih cinta kepadanya, ia meminta agar dinikahi oleh Zainuddin. Entah apa yang dipikikan oleh Zainuddin, ia menolak. Ia bahkan mengurus seluruh biaya dan proses kepulangan Hayati ke Sumatra. Hayati pun pulang disertai kesedihan mendalam dengan menumpang kapal Van Der Wijck.
Sekali lagi, Zainuddin harus bersedih. Dia seharusnya menerima niat baik Hayati. Maka ia pun segera bergerak untuk menjemput kembali Hayati. Namun, belum sempat hal itu dilaksanakannya, terdengar kabar bahwa kapal itu tenggelam dan banyak penumpang dari kapal itu yang menjadi korbannya.
Naas, walaupun ia telah bertemu Hayati, perpisahan tak dapat ditolak. Hayati meninggal dunia setelah ditemukan Zainuddin di sebuah tempat penampungan darurat korban tenggelamnya kapal Van Der Wijck. Tak lama setelah itu, Zainuddin pun meninggal dunia karena penyakit.
Dalam novel yang ditulisnya ini, kita dapat mengira ngira bahwa sebenarnya sang pengarang sendiri ingin mengkritik adat budayanya sendiri. Hal ini banyak kita dapatkan dari ungkapan dan kata kata si tokoh utama. Sebagaimana karya karya sastra lainnya, novel ini juga mengajarkan kepada kita banyak hal yang terkandung dalam setiap nilai dalam bagiannya masing masing.
Sang pengarang dengan jelas menggunakan bahasa yang sedang trend dimasanya. Hal ini tampak jelas dengan banyaknya penulisan dengan gaya ejaan Indonesia lama. Pengaruh Melayu juga dapat kita lihat dengan jelas yang ditandai dengan penggunaan pantun dan sajak. Penggambaran keadaan sang tokoh utama yang dilambangkan dengan perumpamaan juga sering kali muncul di beberapa bagian. Selain itu pengarang juga menggunakan bahasa yang lugas, bebas, halus khas Melayu dan terkesan apa adanya untuk menarik minat pembaca untuk membaca keseluruhan karyanya ini.
Penggunaan latar, yaitu adat budaya Minangkabau dan Makassar yang digambarkan sangat bertentangan dianggap faktor yang tepat dalam karya sastra yang berbentuk novel ini. Hal inilah yang membuat setiap pembaca dapa terpancing sehingga larut dalam setiap bagian novel fiksi romantik ini. Penggunaan bahasa yang halus, bebas dan terkesan apa adanya pun menjadi daya tarik tersendiri bagi pembaca untuk membacanya hingga akhir dari karya ini. Rangkaian peristiwa dan konflik yang disusun sedemikian rupa juga penokohan yang kuat dari setiap karakter, penggambaran latar yang tepat hingga alur cerita yang mengalun indah tak bisa dipungkiri menjadi kelebihan dari karya ini.
Akan tetapi, bukannya karya ini tak punya cela. Kritikan kritikan tokoh utama dalam novel ini dapat dipandang sebagai celaan terhadap adat budaya. Pengarang sering kali mengkritikunsur unsur adat budaya yang menurutnya agak menyimpang secara berlebihan walaupun dengan bahasa yang halus dan bisa menimbulkan kesan negatif pada pembaca terhadap budaya tersebut.Dilihat dari segi ketata bahasaan, penggunaan bahasa asli yang digunakan pengarang terkadang menyulitkan pembaca dalam menyelami karyanya. Hal ini terjadi karena bahasa yang dipakai terkadang telah tergeser oleh kosa kata baru maupun serapan yang sering dipakai oleh orang orang saat ini.
Sekali lagi, novel karya penulis tersohor, Haji Abdul Malik Karim Amrullah atau HAMKA ini telah mengundang decak kagum para pembacanya. Secara keseluruhan novel ini dapat dijadikan bacaan wajib untuk diambil nilai yang terkandung didalamnya dan diaplikasikan dalam kehidupan sehari hari. Amanat yang disampaikan sang pengarang tidak akan lekang dimakan zaman dan tetap pas hingga saat ini. Selain itu kita juga sebenarnya telah dikritik untuk lebih memperhatikan adat istiadat dan budaya kita dan budaya suku lain di negeri ini. Apa lagi di zaman sekarang ini, tak banyak remaja yang mempelajari dan mencintai adat istiadat dan budaya daerahnya sendiri padahal kalau bukan kita siapa lagi yang akan menjaga kekayaan budaya bangsa besar ini.
Imajinasi dengan Sentuhan Adat Istiadat dan Budaya
2 Daerah
Judul buku : Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck
Pengarang : Haji Abdul Malik Karim Amrullah atau HAMKA
Penerbit : Percetakan Bulan Bintang
Tahun terbit : 1939
Cetakan : 25, Agustus 2001
Tebal buku : 224 halaman
Haji Abdul Malik Karim Amrullah, atau yang lebih dikenal sebagai HAMKA adalah seorang penulis, penyair ulung pada masanya. Penyair ini sudah tidak asing lagi di telinga kita karena karya karyanya yang luar biasa. Pengarang kelahiran Padang ini selain seorang sastrawan besar, beliau juga adalah seorang ulama besar di Indonesia. Belasan bahkan mungkin puluhan karya yang telah dituliskan sebagai jalur da’wahnya. Novel yang ditulisnya ini bersetting pada awal tahun 1930-an.
Novel yang judulnya diambil dari salah satu judul bab dalam novel ini, merupakan salah satu karyanya yang tersohor. Dalam novel ini, penggunaan tema pentingnya sebuah kesetiaan nampak sangat pas ketika novel ini terbit untuk pertama kali pada tahun 1939. Semua orang tahu, saat itu para bumi putera harus menunjukkan kesetiaannya pada Jepang. Tampaknya ada unsur kesengajaan pemilihan tema untuk mengkritik kebijakan pemerintahan kolonial saat itu.
Novel ini bercerita tentang petualangan seorang pemuda hingga ia menemukan cinta, kesuksesan dan detik detik kematiannya. Zainuddin adalah pemuda berdarah campuran Makassar (dalam novel ini ditulis Mengkasar) dan Minangkabau. Keinginan sang pemuda untuk menuntut ilmu di kampung halamannya, di tanah Minang adalah awal mula petualangan panjangnya. Setibanya di sebuah kampung tempat ayahnya dilahirkan, Batipuh, dia justru jatuh cinta pada Hayati, seorang gadis terpandang di sana. Begitu pun sang gadis. Ketika telah mengetahui isi hati masing masing, mereka pun berjanji untuk hidup bersama. Namun apa guna bila niat untuk menjadi sepasang suami istri harus ditentang oleh perbedaan adat dan kekuatan uang. Maka Zainuddin segera bergerak menuju Padang Panjang untuk kembali pada tujuan awalnya. Sedang Hayati lebih memilih menikah dengan Aziz, kakak dari Khadijah, sahabat Hayati dengan alasan uang. Padahal saat itu kekuangan Zainuddin cukup untuk melamar Hayati karena kekayaan peninggalan orang tuanya yang meninggal di Makassar.
Setelah mengetahui bahwa Hayati telah mengingkari janjinya, Zainuddin shock dan sakit sebelum dia memutuskan untuk lenyap dari tanah Sumatera menuju tanah Jawa untuk mencoba keberuntungannya bersama sahabatnya Muluk, seorang pemabuk yang dikenalnya di Padang Panjang. Di Jawa, mereka berdua menetap di kota Jakarta dan bekerja sebagai kolumnis di beberapa majalah dan koran besar di sana. Setelah merasa cukup, Zainuddin bersama Muluk segera mendirikan kantor penerbitan sendiri di kota Surabaya. Di sinilah Zainuddin bebas mengembangkan ekspresinya sebagai penulis hingga akhirnya dia dikenal oleh semua orang karena karya karyanya yang termahsyur dengan nama Tuan Shabir.
Hayati sendiri sudah tahu bagaimana tabiat suaminya, Aziz, penjudi yang sering main perempuan. Maka, ketika Aziz mengajaknya untuk pindah ke Surabaya, Hayati sudah tahu alasannya. Sayangnya di sana justru kehidupan mereka mulai berantakan. Dimulai dari habisnya uang mereka karena kebiasaan buruk Aziz, perlakuan kasar Aziz, dan semacamnya. Puncaknya ketika mereka harus menjadi gelandangan karena diusir dari kontrakan mereka.
Saat itu pula mereka bertemu dengan Zainuddin. Untunglah Zainuddin mengizinkan mereka tinggal di rumahnya. Aziz menyesali perbuatannya dan mulai serius untuk mencari pekerjaan. Untuk itulah dia menitipkan istrinya pada Zainuddin. Tapi, malang tak dapat di tolak, tersiar kabar Aziz bunuh diri di sebuah hotel di kota Banyuwangi.
Hayati merasakan kesedihan luar biasa. Namun ketika tahu dari Muluk bahwa Zainuddin masih cinta kepadanya, ia meminta agar dinikahi oleh Zainuddin. Entah apa yang dipikikan oleh Zainuddin, ia menolak. Ia bahkan mengurus seluruh biaya dan proses kepulangan Hayati ke Sumatra. Hayati pun pulang disertai kesedihan mendalam dengan menumpang kapal Van Der Wijck.
Sekali lagi, Zainuddin harus bersedih. Dia seharusnya menerima niat baik Hayati. Maka ia pun segera bergerak untuk menjemput kembali Hayati. Namun, belum sempat hal itu dilaksanakannya, terdengar kabar bahwa kapal itu tenggelam dan banyak penumpang dari kapal itu yang menjadi korbannya.
Naas, walaupun ia telah bertemu Hayati, perpisahan tak dapat ditolak. Hayati meninggal dunia setelah ditemukan Zainuddin di sebuah tempat penampungan darurat korban tenggelamnya kapal Van Der Wijck. Tak lama setelah itu, Zainuddin pun meninggal dunia karena penyakit.
Dalam novel yang ditulisnya ini, kita dapat mengira ngira bahwa sebenarnya sang pengarang sendiri ingin mengkritik adat budayanya sendiri. Hal ini banyak kita dapatkan dari ungkapan dan kata kata si tokoh utama. Sebagaimana karya karya sastra lainnya, novel ini juga mengajarkan kepada kita banyak hal yang terkandung dalam setiap nilai dalam bagiannya masing masing.
Sang pengarang dengan jelas menggunakan bahasa yang sedang trend dimasanya. Hal ini tampak jelas dengan banyaknya penulisan dengan gaya ejaan Indonesia lama. Pengaruh Melayu juga dapat kita lihat dengan jelas yang ditandai dengan penggunaan pantun dan sajak. Penggambaran keadaan sang tokoh utama yang dilambangkan dengan perumpamaan juga sering kali muncul di beberapa bagian. Selain itu pengarang juga menggunakan bahasa yang lugas, bebas, halus khas Melayu dan terkesan apa adanya untuk menarik minat pembaca untuk membaca keseluruhan karyanya ini.
Penggunaan latar, yaitu adat budaya Minangkabau dan Makassar yang digambarkan sangat bertentangan dianggap faktor yang tepat dalam karya sastra yang berbentuk novel ini. Hal inilah yang membuat setiap pembaca dapa terpancing sehingga larut dalam setiap bagian novel fiksi romantik ini. Penggunaan bahasa yang halus, bebas dan terkesan apa adanya pun menjadi daya tarik tersendiri bagi pembaca untuk membacanya hingga akhir dari karya ini. Rangkaian peristiwa dan konflik yang disusun sedemikian rupa juga penokohan yang kuat dari setiap karakter, penggambaran latar yang tepat hingga alur cerita yang mengalun indah tak bisa dipungkiri menjadi kelebihan dari karya ini.
Akan tetapi, bukannya karya ini tak punya cela. Kritikan kritikan tokoh utama dalam novel ini dapat dipandang sebagai celaan terhadap adat budaya. Pengarang sering kali mengkritikunsur unsur adat budaya yang menurutnya agak menyimpang secara berlebihan walaupun dengan bahasa yang halus dan bisa menimbulkan kesan negatif pada pembaca terhadap budaya tersebut.Dilihat dari segi ketata bahasaan, penggunaan bahasa asli yang digunakan pengarang terkadang menyulitkan pembaca dalam menyelami karyanya. Hal ini terjadi karena bahasa yang dipakai terkadang telah tergeser oleh kosa kata baru maupun serapan yang sering dipakai oleh orang orang saat ini.
Sekali lagi, novel karya penulis tersohor, Haji Abdul Malik Karim Amrullah atau HAMKA ini telah mengundang decak kagum para pembacanya. Secara keseluruhan novel ini dapat dijadikan bacaan wajib untuk diambil nilai yang terkandung didalamnya dan diaplikasikan dalam kehidupan sehari hari. Amanat yang disampaikan sang pengarang tidak akan lekang dimakan zaman dan tetap pas hingga saat ini. Selain itu kita juga sebenarnya telah dikritik untuk lebih memperhatikan adat istiadat dan budaya kita dan budaya suku lain di negeri ini. Apa lagi di zaman sekarang ini, tak banyak remaja yang mempelajari dan mencintai adat istiadat dan budaya daerahnya sendiri padahal kalau bukan kita siapa lagi yang akan menjaga kekayaan budaya bangsa besar ini.
Deutsch: Einen Besuch Machen nach Das Bosscha Observatorium ITB – Lembang
hmm, lama g nongol nih. maklum, maba sibuk trus urus tugas dkk. suatu ketika, al-khawarizmi lagi buka file tugas waktu SMA, n dapat suatu file yg dibuat dlam bahsa Jerman (g tau bnar atw salah). dari pada cuma dibaca sndiri n ketawa sndiri, coba baca sendiri. slamat mnikmati.
versi Deutsch: Einen Besuch Machen nach Das Bosscha Observatorium ITB – Lembang
Es liegt in Lembang – West Java, das hoch Festland welch Frisch und die Aussicht herum das, bestehen der Platz mit Name Bosscha Observatorium. Es ist nur ein in Indonesian und als das Laboratorium Ernährung die Astronomie und die andere Wissenschaft. Dort menschen Ausflug machen.
Dort besteht viele Gasthaus, so daβ die Touristen wohnen. Dort bestehen der Tee Garden und der Strowberi Garden. Die menschen auch mit Familie in der Burangrang Berg wandern. Aber Sie muβen der dick Mantel bringen weil die Temperatur sehr genüg kalt.
versi Indonesia: Berkunjung ke Observatorium Bosscha ITB - Lembang
Bertempat di dataran tinggi yang sejuk dan dikelilingi oleh pemandangan alam yang tak menjemukan mata, Lembang-Jawa Barat, terdapat sebuah tempat wisata ilmiah yang bernama Observatorium Bosscha. Observatorium Bosscha merupakan satu-satunya observatorium di Indonesia, sekaligus sebagai laboratorium pemelitian astronomi yang pengelolaannya berada dalam administrasi Departemen Astronomi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Bandung dengan tujuan untuk memberikan informasi ilmu pengetahuan kepada masyarakat umum, khususnya di bidang astronomi dan ilmu yang berkaitan dengan hal tersebut. . Observatorium Bosscha tidak hanya menjadi tempat penelitian, tetapi juga merupakan tempat wisata sesuai dengan Undang-Undang No. 5 tahun 1992 tentang Cagar Budaya dengan Nomor Inventaris 400.02.10.04.
Ditempat ini kita dapat menikmati paronama indah dataran tinggi Lembang. Tidak hanya itu, kita pun dapat belajar mengenai astronomi. Di sana telah terdapat penginapan penginapan, sehingga wisatawan dapat berlama lama menikmati keindahan daerah ini. Selain itu, di sana telah terdapat wisata perkebunan teh, dan perkebunan strawberi. Atau mungkin Anda ingin menikmati berpetualang bersama keluarga di Gunung Burangrang yang terdapat di daerah ini. Hanya saja mungkin Anda harus membawa mantel tebal mengingat hawa di sana cukup dingin.
g nyambung ya? klo mau dijadikan tugas, jgn lupa referensinya. he3x
versi Deutsch: Einen Besuch Machen nach Das Bosscha Observatorium ITB – Lembang
Es liegt in Lembang – West Java, das hoch Festland welch Frisch und die Aussicht herum das, bestehen der Platz mit Name Bosscha Observatorium. Es ist nur ein in Indonesian und als das Laboratorium Ernährung die Astronomie und die andere Wissenschaft. Dort menschen Ausflug machen.
Dort besteht viele Gasthaus, so daβ die Touristen wohnen. Dort bestehen der Tee Garden und der Strowberi Garden. Die menschen auch mit Familie in der Burangrang Berg wandern. Aber Sie muβen der dick Mantel bringen weil die Temperatur sehr genüg kalt.
versi Indonesia: Berkunjung ke Observatorium Bosscha ITB - Lembang
Bertempat di dataran tinggi yang sejuk dan dikelilingi oleh pemandangan alam yang tak menjemukan mata, Lembang-Jawa Barat, terdapat sebuah tempat wisata ilmiah yang bernama Observatorium Bosscha. Observatorium Bosscha merupakan satu-satunya observatorium di Indonesia, sekaligus sebagai laboratorium pemelitian astronomi yang pengelolaannya berada dalam administrasi Departemen Astronomi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Bandung dengan tujuan untuk memberikan informasi ilmu pengetahuan kepada masyarakat umum, khususnya di bidang astronomi dan ilmu yang berkaitan dengan hal tersebut. . Observatorium Bosscha tidak hanya menjadi tempat penelitian, tetapi juga merupakan tempat wisata sesuai dengan Undang-Undang No. 5 tahun 1992 tentang Cagar Budaya dengan Nomor Inventaris 400.02.10.04.
Ditempat ini kita dapat menikmati paronama indah dataran tinggi Lembang. Tidak hanya itu, kita pun dapat belajar mengenai astronomi. Di sana telah terdapat penginapan penginapan, sehingga wisatawan dapat berlama lama menikmati keindahan daerah ini. Selain itu, di sana telah terdapat wisata perkebunan teh, dan perkebunan strawberi. Atau mungkin Anda ingin menikmati berpetualang bersama keluarga di Gunung Burangrang yang terdapat di daerah ini. Hanya saja mungkin Anda harus membawa mantel tebal mengingat hawa di sana cukup dingin.
g nyambung ya? klo mau dijadikan tugas, jgn lupa referensinya. he3x
Langganan:
Postingan (Atom)