Pada suatu sore yang cukup membuat penat, akhirnya
kumenemukan modem untuk mengoneksikan diri dengan internet, hehehe. Ok, seperti
biasanya yang berurutan kubuka adalah email, epaper Tribun Timur, facebook dan
twitter. Pada saat itu, tidak ada yang menarik di inbox email. Kususuri ke
bawah, nampak ada sebuah email yang telah terbuka namun belum kubaca. Ternyata
sudah dibuka oleh teman yang pakai emailku juga. Dan isinya: Invitation Letter
to Interview Examination dari salah satu kampus luar negeri yang kudaftari.
Alhamdulillah, berkas yang kukirim dengan susah
payah dan dengan perjuangan penuh diterima dan dipanggil untuk melanjutkan ke
seleksi berikutnya: wawancara. Saat menerima info itu, sebenarnya saya juga
sedang mengumpulkan berkas untuk mendaftar program magister di salah satu
kampus dalam negeri. Akhirnya waktu untuk fokus persiapkan wawancara hanya
sekitar 5 hari. Kuulang: 5 hari. Walaaahhhh….
Langkah pertama adalah mencari referensi di
internet. Alhamdulillah dapat beberapa mengenai wawancara untuk beasiswa ke
Turki dan Australia. Ok, kususun ulang pertanyaannya lalu kujawab sendiri.
Setelah itu kukonsultasikan dengan dua orang dosen dan seorang teman. Dan
akhirnya tiba juga di H-1.
Hari itu kurencanakan untuk
berangkat ke Jakarta. Sebelumnya telah kuhubungi salah seorang senior yang juga
lulus sampai tes wawancara ini. Beliau memutuskan untuk nginap di rumah
kawannya di Bekasi. Dan saya memutuskan untuk numpang di kosan dua orang junior
yang kebetulan lagi KP di Jakarta. Ditemani Bapak yang kebetulan juga punya
urusan di Bandung, meluncurlah kami berdua. Sejak satu pekan sebelum hari-H,
banyak teman yang mengatakan bahwa diriku terlihat tegang, stress dan lain
lain. Dan ternyata itu masih berlaku sampai kami tiba di kosan juniorku itu.
Tiba di hari-H. Ditemani oleh dua
orang juniorku tersebut, sampai lah kami di TKP wawancara itu. Seniorku sudah
menungguku. Sedikit berbincang tentang wawancara yang sebentar lagi kami
hadapi. Lalu, waktu telah menunjukkan jadwal dari seniorku tadi. Masuklah
beliau. Tak lama, beliau keluar. “Lha, cepat ji di’” terlintas di benakku.
Waktuku masih ada lebih dua jam. Kuserang beliau dengan pertanyaan: “apa yang
ditanyakan tadi, k'?”. Beliau bercerita sedikit tentang prosesnya. Seniorku
menyarankan agar masuk ke ruangan. Akhirnya diriku mematung di luar ruang
tunggu akibat tegang dan gugup yang kembali menghampiri. Ok, berdiri sambil
menghabiskan jatah tilawah di ODOJ-ku untuk menenangkan diri. Tepat sesaat
setelah selesai, muncul seorang bule dengan penampakan yang tinggi besar
dibelakangku. Kukenali beliau dari website kampus tersebut, beliau lah yang
akan mewawancaraiku hari ini, sang ketua program studi.
Maka terjadilah percakapan
menggunakan Bahasa Inggris tersebut. Beliau menanyakan apakah saya salah satu
dari peserta wawancara. Kujawab iya, beliau hanya tersenyum lalu mengatakan
mengatakan mengapa tidak menunggu di ruangan. Saya pun tertawa dan beliau pun
ikut tertawa. Disini, saya merasakan semuanya akan lancar saja. Pertama
kujelaskan padanya bahwa di jadwalku masih ada lebih dari dua jam lagi, lalu
kuserahkan invitation letter tersebut. Beliau hanya menjawab tidak masalah lalu
memulai tanya jawab antara saya (F) dan beliau (P):
P: Betul kamu sekarang nganggur?
F: (Deh, sensitifnya ini pertanyaan, gugup dan
tegang akhirnya hadir kembali) betul, prof.
P: Terus selama ini ngapain?
F: Belajar English, geofisika dan geologi sendiri
di rumah (cieeee :D )
P: hmm, bagus. Terus apa ada alumni dari kampus
kamu yang jadi mahasiswa kami?
F:
(yang kutangkap, dapat info dari mana? Jadi kujawab:) dari website
P: bukan (beliau mengulang pertanyaan yang sama)
F: (masih menganggap pertanyaan yang tadi) oh,
yang tadi masuk itu, senior saya prof. dari beliau saya dapat info.
P: bukan itu maksud saya, (beliau mengulang pertanyaan
yang sama)
F: (mulai mencerna apa yang beliau sampaikan) oh,
tidak ada prof. (gugup dan tegang mulai memuncak)
P:
ok, betul kamu belum punya nilai toefl?
F:
iya, prof. tapi saya telah mengikuti tes
dan hasilnya itu 400… (saya ingin menyebut nilaiku yang 4xx, tapi karena gugup
jadinya yang keluar hanya four hundred and…) maaf, saya lupa. Apakah Anda mau
melihat skornya?
P: boleh
F: Ini, prof (sambil kuserahkan lembar skorku)
P: bagus, ini sangat bagus
F: tapi bukankah itu di bawah dari standard yang
Anda tuliskan di website?
P: tidak masalah. Ini sangat bagus, tapi akan
sangat bagus lagi jika kamu meningkatkannya.
Setelah
itu beliau menuliskan nilai toefl-ku pada sebuah lembar. Lalu mengucapkan kata
kata yang tidak pernah kubayangkan sebelumnya, tidak pernah kupelajari di
referensi yang kutemukan di internet dan dari orang orang yang telah kuminta
pendapat dan saran sebelumnya.
P: Silakan kamu bertanya apa saja..
F: (mangap… hah! Jenis wawancara apa ini) prof,
Anda serius?
P: ya, silakan. Sudah baca program dan
matakuliahnya di website khan?
F: iya, prof. hmm, ok, saya bertanya apa bisa
menyelesaikan proyek di Indonesia? (niru dari seniorku tadi)
P: apa yang kamu maksud dengan “proyek”?
F: tesis, prof
P: bukan, kamu akan membuat paper. Ini hanya
dilakukan di kampus. Tapi kamu bisa pakai data dari seluruh dunia.
F: oh, saya harap juga seperti itu (disini
ketegangan mulai mencair)
Selanjutnya
saya menyerangnya dengan banyak pertanyaan, tentang matakuliahnya, tentang
beasiswanya, tentang proses perkuliahannya, tentang lapangan. Jelas dalam
bingkai geofisika dan geologi. Semuanya begitu lancar, dibumbui dengan tawa dan
canda. Dan beliau pun terlihat menikmati percakapan kami.
P: baik, hanya akan ada 5 mahasiswa dari 20
mahasiswa yang diterima akan mendapatkan beasiswa penuh dari kami. Silakan
menunggu sekitar 2 pekan lagi. Semuanya akan kami hubungi via email. Jadi
jangan takut tidak menerimanya. Semoga sukses.
Itulah
kalimat terakhir dari beliau, lalu mengantarku keluar dari ruangan. Kujabat tangan
beliau lalu kembali ke senior dan juniorku tadi dengan senyum mengembang. Total
ada hampir 20an menit di dalam. Saat optimismeku meninggi, seniorku bilang:
tadi itu, ada alumni ITB ada alumni UPN ada juga yang sudah kerja bertahun
tahun. Waduh…
Sukses
sajalah…
1
April 2014M/ 1 Jum Akhir 1435H
Di
bawah kolong langit Paris van Java
Saat aliran untuk
menulis cukup kuat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar