Powered By Blogger

Kamis, 03 April 2014

My First Interview Examination


Pada suatu sore yang cukup membuat penat, akhirnya kumenemukan modem untuk mengoneksikan diri dengan internet, hehehe. Ok, seperti biasanya yang berurutan kubuka adalah email, epaper Tribun Timur, facebook dan twitter. Pada saat itu, tidak ada yang menarik di inbox email. Kususuri ke bawah, nampak ada sebuah email yang telah terbuka namun belum kubaca. Ternyata sudah dibuka oleh teman yang pakai emailku juga. Dan isinya: Invitation Letter to Interview Examination dari salah satu kampus luar negeri yang kudaftari.

Alhamdulillah, berkas yang kukirim dengan susah payah dan dengan perjuangan penuh diterima dan dipanggil untuk melanjutkan ke seleksi berikutnya: wawancara. Saat menerima info itu, sebenarnya saya juga sedang mengumpulkan berkas untuk mendaftar program magister di salah satu kampus dalam negeri. Akhirnya waktu untuk fokus persiapkan wawancara hanya sekitar 5 hari. Kuulang: 5 hari. Walaaahhhh….

Langkah pertama adalah mencari referensi di internet. Alhamdulillah dapat beberapa mengenai wawancara untuk beasiswa ke Turki dan Australia. Ok, kususun ulang pertanyaannya lalu kujawab sendiri. Setelah itu kukonsultasikan dengan dua orang dosen dan seorang teman. Dan akhirnya tiba juga di H-1.

Hari itu kurencanakan untuk berangkat ke Jakarta. Sebelumnya telah kuhubungi salah seorang senior yang juga lulus sampai tes wawancara ini. Beliau memutuskan untuk nginap di rumah kawannya di Bekasi. Dan saya memutuskan untuk numpang di kosan dua orang junior yang kebetulan lagi KP di Jakarta. Ditemani Bapak yang kebetulan juga punya urusan di Bandung, meluncurlah kami berdua. Sejak satu pekan sebelum hari-H, banyak teman yang mengatakan bahwa diriku terlihat tegang, stress dan lain lain. Dan ternyata itu masih berlaku sampai kami tiba di kosan juniorku itu.

Tiba di hari-H. Ditemani oleh dua orang juniorku tersebut, sampai lah kami di TKP wawancara itu. Seniorku sudah menungguku. Sedikit berbincang tentang wawancara yang sebentar lagi kami hadapi. Lalu, waktu telah menunjukkan jadwal dari seniorku tadi. Masuklah beliau. Tak lama, beliau keluar. “Lha, cepat ji di’” terlintas di benakku. Waktuku masih ada lebih dua jam. Kuserang beliau dengan pertanyaan: “apa yang ditanyakan tadi, k'?”. Beliau bercerita sedikit tentang prosesnya. Seniorku menyarankan agar masuk ke ruangan. Akhirnya diriku mematung di luar ruang tunggu akibat tegang dan gugup yang kembali menghampiri. Ok, berdiri sambil menghabiskan jatah tilawah di ODOJ-ku untuk menenangkan diri. Tepat sesaat setelah selesai, muncul seorang bule dengan penampakan yang tinggi besar dibelakangku. Kukenali beliau dari website kampus tersebut, beliau lah yang akan mewawancaraiku hari ini, sang ketua program studi.

Maka terjadilah percakapan menggunakan Bahasa Inggris tersebut. Beliau menanyakan apakah saya salah satu dari peserta wawancara. Kujawab iya, beliau hanya tersenyum lalu mengatakan mengatakan mengapa tidak menunggu di ruangan. Saya pun tertawa dan beliau pun ikut tertawa. Disini, saya merasakan semuanya akan lancar saja. Pertama kujelaskan padanya bahwa di jadwalku masih ada lebih dari dua jam lagi, lalu kuserahkan invitation letter tersebut. Beliau hanya menjawab tidak masalah lalu memulai tanya jawab antara saya (F) dan beliau (P):
P:  Betul kamu sekarang nganggur?
F:  (Deh, sensitifnya ini pertanyaan, gugup dan tegang akhirnya hadir kembali) betul, prof.
P:  Terus selama ini ngapain?
F:  Belajar English, geofisika dan geologi sendiri di rumah (cieeee :D )
P:  hmm, bagus. Terus apa ada alumni dari kampus kamu yang jadi mahasiswa kami?
F: (yang kutangkap, dapat info dari mana? Jadi kujawab:) dari website
P:  bukan (beliau mengulang pertanyaan yang sama)
F:  (masih menganggap pertanyaan yang tadi) oh, yang tadi masuk itu, senior saya prof. dari beliau saya dapat info.
P:  bukan itu maksud saya, (beliau mengulang pertanyaan yang sama)
F:  (mulai mencerna apa yang beliau sampaikan) oh, tidak ada prof. (gugup dan tegang mulai memuncak)
P: ok, betul kamu belum punya nilai toefl?
F: iya, prof. tapi saya telah mengikuti tes dan hasilnya itu 400… (saya ingin menyebut nilaiku yang 4xx, tapi karena gugup jadinya yang keluar hanya four hundred and…) maaf, saya lupa. Apakah Anda mau melihat skornya?
P:  boleh
F:  Ini, prof (sambil kuserahkan lembar skorku)
P:  bagus, ini sangat bagus
F:  tapi bukankah itu di bawah dari standard yang Anda tuliskan di website?
P:  tidak masalah. Ini sangat bagus, tapi akan sangat bagus lagi jika kamu meningkatkannya.
Setelah itu beliau menuliskan nilai toefl-ku pada sebuah lembar. Lalu mengucapkan kata kata yang tidak pernah kubayangkan sebelumnya, tidak pernah kupelajari di referensi yang kutemukan di internet dan dari orang orang yang telah kuminta pendapat dan saran sebelumnya.
P:  Silakan kamu bertanya apa saja..
F:  (mangap… hah! Jenis wawancara apa ini) prof, Anda serius?
P:  ya, silakan. Sudah baca program dan matakuliahnya di website khan?
F:  iya, prof. hmm, ok, saya bertanya apa bisa menyelesaikan proyek di Indonesia? (niru dari seniorku tadi)
P:  apa yang kamu maksud dengan “proyek”?
F:  tesis, prof
P:  bukan, kamu akan membuat paper. Ini hanya dilakukan di kampus. Tapi kamu bisa pakai data dari seluruh dunia.
F:  oh, saya harap juga seperti itu (disini ketegangan mulai mencair)
Selanjutnya saya menyerangnya dengan banyak pertanyaan, tentang matakuliahnya, tentang beasiswanya, tentang proses perkuliahannya, tentang lapangan. Jelas dalam bingkai geofisika dan geologi. Semuanya begitu lancar, dibumbui dengan tawa dan canda. Dan beliau pun terlihat menikmati percakapan kami.
P:  baik, hanya akan ada 5 mahasiswa dari 20 mahasiswa yang diterima akan mendapatkan beasiswa penuh dari kami. Silakan menunggu sekitar 2 pekan lagi. Semuanya akan kami hubungi via email. Jadi jangan takut tidak menerimanya. Semoga sukses.
Itulah kalimat terakhir dari beliau, lalu mengantarku keluar dari ruangan. Kujabat tangan beliau lalu kembali ke senior dan juniorku tadi dengan senyum mengembang. Total ada hampir 20an menit di dalam. Saat optimismeku meninggi, seniorku bilang: tadi itu, ada alumni ITB ada alumni UPN ada juga yang sudah kerja bertahun tahun. Waduh…

Sukses sajalah…

1 April 2014M/  1 Jum Akhir 1435H
Di bawah kolong langit Paris van Java
Saat aliran untuk menulis cukup kuat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar