Powered By Blogger

Sabtu, 23 Mei 2009

Korupsi, Kolusi dan Nepotisme

Saat ini sedang heboh hebohnya kasus kematian Nasruddin Zulkarnain, direktur PT. Rajawali Putra Banjaran yang melibatkan ketua KPK, Antasari Azhar. Menurut info yang tersebar, alasan pembunuhan adalah masalah cinta. Benar atau tidak kita tunggu saja hasil penyelidikan selanjutnya.
Cinta memang buta (kata sebagian orang), dan menurut sebagian orang lagi cinta bisa membuat orang berubah 180 derajat. Begitu pula yang terjadi pada beberapa personil OPOR yang terkenal alim, rajin shalat, pendiam dan lain-lain berubah menjadi...... Husss! kita tidak lagi gosipkan zy!
Ok, kembali ke masalah pembunuhan tadi. Pertama kali Al-Khawarizmi dengar, Al-Khawarizmi teringat pada sebuah pernyataan dari guru sejarah yang bernama Drs. Patta Toba. waktu itu beliau lagi ngajar mengenai proses jatuhnya orde baru yang konon kabarnya diakibatkan kegiatan KKN (bukan kuliah kerja nyata, tapi Kolusi, korupsi dan nepotisme, red) yang berkembang di pemerintahan kala itu. Masalahnya, apakah praktik KKN bisa dihilangkan dari kehidupan bangsa manusia. Tunggu dulu.
Ok, kita bahas pengertian satu persatu.
korupsi dapat mengacu pada pemakaian dana pemerintah untuk tujuan pribadi. Definisi ini tidak hanya menyangkut korupsi moneter yang konvensional, akan tetapi menyangkut pula korupsi politik dan administratif. Seorang administrator yang memanfaatkan kedudukannya untuk menguras pembayaran tidak resmi dari para investor (domestik maupun asing), memakai sumber pemerintah, kedudukan, martabat, status, atau kewenangannnya yang resmi, untuk keuntungan pribadi dapat pula dikategorikan melakukan tindak korupsi. Dikutip dari http://thamrin.wordpress.com/2006/07/18/definisi-korupsi/
Kolusi berasal dari bahasa Latin: collusio yang artinya persekongkolan untuk melakukan perbuatan tidak baik. Perbuatan tidak baik itu mungkin berupa delik (tindak pidana), mungkin juga tidak. Kolusi untuk berbohong bukanlah masuk dalam ruang lingkup hukum pidana. Berkolusi dalam arti yang sama dengan bersekongkol (samenspanning) bukanlah delik (tindak pidana) jika hanya dalam tahap sepakat saja tanpa pelaksanaan, kecuali dalam hal bermufakat untuk melakukan makar.
Oleh karena itu, istilah kolusi bukan istilah hukum. Jika orang berkolusi untuk korupsi dan telah dilaksanakan, berarti mereka melakukan bersama-sama kemudian diperiksa oleh pengadilan dan mendapat hukuman, maka yang dihukum bukan karena perbuatan kolusinya melainkan karena perbuatan korupsinya.
Begitu pula dengan istilah nepotisme, yang berasal dari kata Latin nepos, yang artinya cucu. Nepotisme dipakai sebagai istilah untuk menggambarkan perbuatan mengutamakan sanak keluarga sendiri walaupun dia tidak memenuhi syarat. Jadi, jika keluarga itu memang memenuhi syarat, maka tidaklah termasuk nepotisme dalam pengertian itu. Misalnya, John F Kennedy yang mengangkat saudara kandungnya, yaitu Robert Kennedy yang kebetulan adalah sarjana hukum dan ternyata mampu menjalankan tugas sebagai Jaksa Agung. Dikutip dari www.transparansi.or.id/majalah/edisi17/17berita_4.html
Nah, kembali ke pertanyaan awal, bisakah praktik KKN hilang dari kehidupan umat manusia?
guru sejarah, Drs. Patta Toba pernah berkomentar, "Kolusi dan Korupsi mungkin bisa hilang dari bumi ini jika sikap kejujuran, tranparansi, dan saling percaya dapat tumbuh subur di bumi ini. tapi untuk nepotisme saya pikir tidak akan bisa hilang dari kehidupan kita."
Mengapa bisa? kita ambil contoh, Anda adalah seorang direktur yang membutuhkan seorang tenaga ahli. Kemudian datang 2 pelamar yang salah satunya adalah keluarga Anda. Anda lihat kemampuan 2 pelamar ini sama bagusnya, sehingga Anda merasa kebingungan untuk memilih. Pertanyaanya siapakah yang Anda pilih?
Jelaslah Anda akan memilih keluarga Anda sendiri!
Itulah sebabnya nepotisme tidak akan hilang dari umat manusia.
bukankah pemerintah tidak membuat Komisi Pemberantasan Nepotisme?

catatan: Ayo, KPK, semangat! berantas semua Koruptor Koruptor di negeri ini! rakyat ada di belakangmu!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar